Mahasiswa BangetOpiniPojok #UNYu

Dilema Anak Rantau : Pulang Segan, Rantau Lagi Tak Mampu

Kamu anak rantau? Udah berapa lama merantau? Nggak kangen kampung halaman po? Nggak kepengen menetap disini aja po? Mau ngapain disini terus? Udah punya bekal buat balik ke kampung halaman?

Akhir-akhir ini saya dihadapkan berbagai macam masalah. Mulai dari dosen yang berubah menjadi galak dan suka marah-marah di kelas, yang bikin mahasiswa sekelas berasa jadi anak SMA lagi. Bermacam-macam dosen menagih judul skripsi, judul program PPL, dan semuanya revisi. Oh ya, saya mahasiswi semester 6, iya iya saya semester ‘menjelang’ tua. Sudah pusing dibayang-bayangi itu semua, saya masih dibebani dengan tugas magang online, sumpah mager ngerjainnya! Lebih mood bikin tulisan ini. Aslinya nggak sulit sih, cuma dengerin audio trus di transkrip ke tulisan, tapi audionya hampir satu jam. Modyar kuping –“

Masalah-masalah diatas tentu nggak seberapa dibandingkan masalah-masalah kalian semua, pasti banyak yang mengalami lebih dari itu. Tapi, ada satu hal yang muter-muter terus dipikiran saya, yang kebetulan anak rantau ini. Setelah selesai dengan dunia kampus ini, mau kemana? Kerja? Dimana? Jujur saya masih bingung mau kerja apa dan dimana. Belum ada bayangan sama sekali, mau pulang ke kampung halaman kok saya pesimis, wong saya pulang aja cuma ndhekem di rumah. Mau bikin bisnis tapi saya udah terlalu lama nggak update keadaan kampung halaman saya. Saya kayak nggak ada harapan gitu untuk balik ke kampung halaman dengan latar belakang program studi yang saya tempuh. Saya masih penasaran dengan daerah-daerah lain, masih pengen keliling Indonesia sebelum nanti akan menetap, menua, dan mati di satu tempat yang akan saya sebut sebagai rumah.

Baca Juga  Beri Self Reward Agar Tetap Produktif di Masa Pandemi

Setelah terngiang-ngiang dengan pikiran itu, saya harus berkutat lagi dengan pilihan menetap di tanah rantau yang sekarang, yap, di Yogyakarta. Tau ‘kan betapa macetnya Gejayan, Jakal dan Jalan Solo? Kendaraan yang memenuhi plat apa aja? Banyak, yang jelas plat AB nggak banyak-banyak amat. Yogyakarta terlalu ramah, sampai membuat mahasiswa rantau kelewat nyaman dan enggan pulang. Ya sama kayak gitu, saya kelewat nyaman tinggal di Yogyakarta, pulang ke kampung halaman hanya formalitas belaka, supaya tidak di coret dari kartu keluarga. Pernah satu hari saya suntuk dan judeg sekali dengan ruwetnya Yogyakarta, saya pengen ngerantau lagi entah kemana. Ada satu tujuan masih samar-samar, yakni Salatiga. Lah tapi saya ngapain kesana? Kenalan aja nggak punya. Mbok yang jelas tujuannya, Jakarta atau Surabaya misalnya. Lah tapi, apa saya mampu tinggal di sana, dengan lifeskill yang apa adanya ini? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menerus mengganggu kehidupan saya atau mungkin kalian semua yang membaca ini pernah mengalami itu juga.

Baca Juga  7 Alasan kenapa kuliah di FIK UNY adalah langkah tepat buat kamu!

Pepatah hidup segan mati tak mau, itu benar adanya. Namun kali ini kasus yang menimpa saya hanya sedikit kemiripannya, pulang segan rantau lagi tak mampu. Belum ada konklusi atas dilema ini dan memang ini nggak se-keren dilemanya Maudy Ayunda yang disuruh milih Harvard atau Stanford. Tapi dilema ini pasti pernah dirasakan oleh mahasiswa perantau yang gak jelas, macam saya ini.

Related Articles

Back to top button
X