Sastra

Secangkir Kopi : Djangan Ada Gula Di Antara Kita

(Adakah yang lebih setia dari kopi ? Menemani hati yang ditinggal pergi  bersama jejak kaki dalam sebuah sayupan lagu sepi)

Kopiku malam ini ,

Sekental rindu yang tumbuh bercabang bersama pahitnya ….

Bagiku, kopi bukan lagi sekedar minuman . Aku kerap tenggelam dalam secangkir kopi  dam didalamnya kuaduk antara luka dan duka.

Bagiku ,kopi seperti menjelma menjadi representasi bagi sebuah penghayatan.Meski ia hanyalah secangkir minuman tetapi meraciknya membutuhkan takaran meski ‘statusnya’ hanyalah kopi instan.

Penghayatan perjalanan hidup sama seperti menyesap secangkir kopi. Kadang terasa manis ,kadang pula pahit seperti tergigit di kulit.Terkadang untuk mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi kita sepertinya harus ‘bermain’ seperti menyesap kopi. Meminumnya secara perlahan dan menikmatinya pelan-pelan .

Baca Juga  Apa Itu Fajar Dan Siapa Itu Senja

Terkadang aku tidak bisa menyebut keadaanku sekarang dengan kata ‘biasa-biasa saja’. Kehilanganmu jelas menjadi salah satu pukulan telak bagiku.

Dan sama  seperti kopi…

Konon ,kopi dengan kualitas baik adalah kopi arabika .Sedangkan kawannya kopi robusta disebut-sebut sebagai kopi dengan kualitas yang sedang .Begitu pula dengan hidup ini .Ada orang yang menjalanninya dengan begitu baik dan ada juga yang menjalaninya dengan langkah yang biasa-biasa saja . Tinggal kita ingin memilih yang mana atau malah enggan memilihnya .

Sama sepertiku yang ditinggalkan olehmu. Menenggelamkan diri pada rutinitas antara menyeduh kopi dengan menulis puisi .Aku memilih melupakanmu dengan cara yang ‘biasa-biasa’ saja .

Seperti menaruh luka dibawah cangkirnya…

Baca Juga  Puisi : Tanggalan Biru

Berharap sesendok kopi bisa memberi kesenangan .Entah kopi jenis apa itu .Tubruk ,espresso atau bahkan affogato.Di gelas kopi terakhir barulah kepedihan itu kembali kutemukan . Terserak di ampas paling hitam yang pernah diciptakan Tuhan .

Barangkali benar adanya ,kehilanganmu sama halnya seperti secangkir kopi saja ,tanpa gula .Karena pemanis tidak dibutuhkan untuk sesuatu yang memang dikodratkan pahit.

-Tak selalu hidup itu butuh warna layaknya kopi yang seharusnya tak pernah mengenal gula  –

Tentrem Restu Werdhani

Alam Terkembang Djadi Guru 🌻 Bisa diikuti potret kegiatannya di @pramudhiyawardhani

Related Articles

Back to top button
X