Sisi Lain Kampus Keguruan
Bagi mahasiswa kampus pada umumnya di luar sana, mungkin ada rasa penasaran ketika mendengar nama UNY yang identik dengan kampus keguruan. Apakah dosen kami seperti guru? Apakah pembelajaran kami seperti saat di sekolah? Apakah kami harus selalu berpakaian dan bersikap layaknya seorang guru? Langsung aja ya, berikut sisi lain dari UNY yang penulis ketahui.

UNY Memiliki Banyak Dosen Baru, dengan Pola Pengajaran yang Baru dan Tidak Terkesan Kaku
Saya merasakan sendiri bagaimana beruntungnya memiliki dosen-dosen muda yang pemikiran dan semangatnya sangat berbeda dengan dosen-dosen yang dari segi usia sudah tua. Selama perkuliahan, dosen menunjukkan sikap bersahabat dengan mahasiswa dan menganggap jarak di antara dosen dan mahasiswa hanya sebatas status sosial bentukan kampus. Selebihnya, kami mahasiswa diberi kebebasa dalam berpendapat, berdiskusi, bahkan tak jarang kami saling bertukar pendapat akan segala sesuatu yang berkaitan dengan kuliah, problematika mahasiswa, organisasi, buku, hobi, dan lain sebagainya.
Memiliki dosen-dosen yang masih muda dan dapat menyesuaikan dengan kondisi mahasiswa di setiap kelas, adalah hal yang luar biasa. Mereka paham dengan teknologi, dan mereka sadar bahwa mereka bukan sosok yang harus didewakan. Mereka adalah teman, dan selalu bersikap apa adanya kepada mahasiswa. So, mereka cenderung obyektif dalam hal apapun selama perkuliahan.
Banyak dosen menginspirasi seperti di UNY, bahkan yang sudah bergelar Profesor sekalipun. So, beruntung sekali bertemu dosen-dosen muda atau berjiwa muda yang banyak tersebar di UNY. Bahkan suatu kemajuan, mereka membawa tred fesyen yang baru sehingga tanpa disadari membuat mahasiwa tidak bosan melihatnya setiap kali mengajar.
Ciri Khas Mahasiswa yang Hampir Terlihat Jelas Perbedaannya di Setiap Fakultas
Bagi mahasiswa yang hobbi mengamati seperti saya, sangat mudah membedakan mahasiswa dari masing-masing fakultas di UNY. Baik dari obyek pembicaraan, gaya bercanda, atau bahkan yang paling mudah adalah melalui gaya berpakaian.
Pertama, pembeda yang jelas terlihat adalah antara mahasiswa prodi kependidikan dan ilmu murni. Mungkin di beberapa prodi seperti pendidikan bahasa inggris dan sastra inggris tidak begitu terlihat perbedaannya. Tapi, cobalah tengok di Fakultas Ilmu Sosial. Semakin bertambah tahun, perbedaan atara prodi pendidikan sejarah dengan ilmu sejarah semakin terlihat mencolok. Yang pendidikan sejarah mereka cenderung memakai pakaian yang lebih rapi ala “calon guru”. Berbeda dengan ilmu sejarah yang lebih bebas dan ekspresif dalam berpakaian. Ya, mahasiwa ilmu murni memang memiliki kebebasan yang lebih dalam bereksperimen dalam hal fesyen. Lalu, bagaimana dengan ciri masing fakultas yang menonjol?
Mahasiswa FBS (Fakultas Bahasa dan Seni) terbagi menjadi dua golongan, yaitu mahasiswa prodi kesenian (baik pendidikan atau ilmu murni), dan juga mahasiswa prodi bahasa (baik pendidikan atau ilmu murni). Secara umum, mudah sekali membedakan keduanya karena dalam hal mengekspresikan diri di bidang fesyen, prodi kesenian lebih bebas dan berwarna. So, kalau ingin menemukan mahasiswa eksentrik, gudangnya adalah di FBS.
Mahasiswa FIP (Fakultas Ilmu Pendidikan) adalah mahasiswa yang adem-adem saja. Mereka memakai pakaian yang standar dan bisa dikatakan berada di titik aman untuk ukuran kampus kependidikan. Apa mungkin kampus mereka dekat dengan rektorat? Entahlah hahaha yang pasti mereka tidak terlalu mencolok dan hampir dikatakan tidak punya ciri yang lebih menonjol dibanding fakultas lain.
Lain halnya dengan kampus sebelahnya yaitu FIS (Fakultas Ilmu Sosial), kampus yang terkenal mahasiswanya doyan demo. Harap maklum, karena anak FIS yang dipelajari yang bagaimana teknik berdemo yang baik hehehe bercanda. Di FIS sendiri, setiap jurusan memang dapat dibedakan dan sangat mudah membedakannya. Contohnya melalui Dress Code atau baju prodi yang berbeda-beda. Selain itu, mahasiswa PKnH yang selalu rapi, PIPS yang perempuannya wajib mengenakan rok di setiap perkuliahan, mahasiswa P.Geografi yang sering menggunakan tas gunung atau sepatu gunung, mahasiwa Ilmu Administrasi Negara yang dari segi pakaian selalu mencolok, dan mahasiswa P.Sosio/P.Sejarah/Ilmu Sejarah/Ilmu Komunikasi yang memiliki selera fesyen sama dan “benar-benar apa adanya”.
Selanjutnya adalah Fakultas MIPA yang terkenal dengan mahasiswa yang dalam berpakaian mayoritas selalu sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh kampus. Sungguh contoh mahasiswa yang taat dan lempeng. Lain halnya dengan FT yang khas dengan seragam praktek yang sama dengan FIS, setiap prodi memiliki seragam yang tidak sama sebagai pembeda. Walau begitu, karena hampir semua seragam mahasiswa FT adalah berlengan pendek, jadi dari kejauhan dapat dilihat kalau 100% mereka adalah mahasiswa FT. Beda pula dengan FE yang dari segi tampilan memang terlihat ala mahasiswa Ekonomi Bisnis seperti kampus-kampus lainnya lah ya. Gaya bergaulnya juga cukup berbeda jika dibandingkan dengan fakultas lainnya. Entahlah, tapi kebanyakan mahasiswa FE terlihat seperti mahasiswa Borju. Mungkin karena kebanyakan anak dari kalangan menengah keatas.
Kampus yang Fokus Pada Pendidikan Karakter Mahasiswanya
Saya tak akan banyak mengulas tentang ini. Yang jelas, saya mendukung program ini untuk menciptakan mahasiwa yang jujur, serta mahasiswa yang paham akan identitas diri masing-masing. Kamus yang mendukung mahasiswa untuk memiliki karakter baik dan khas yang tertanam pada diri mahasiswanya. Kampus yang membuat kami sadar bahwa kami masing-masing memiliki karakter berbeda, dan kami patut bangga. Karena karakter yang berbeda. ada bukan untuk disamakan, namun disatukan dan diharmoniskan.