OpiniPojok #UNYu

JOGJA: Kota dengan Aneka Ragam Keramah-Tamahannya

Yogyakarta, kota yang terkenal dengan pendidikannya, tak heran jika setiap tahun pasti kebanjiran pendatang, yang kebanyakan dari mereka adalah para mahasiswa baru selain dari wisatawan. Saya sendiri juga pendatang baru (mahasiswa), maksudnya baru setahun saya tinggal di Yogyakarta. Kota yang terkenal karena keramah-tamahan masyarakat, budaya, kuliner dan juga objek wisatanya, maka tak heran jika banyak wisatawan dari luar daerah yang menjadikan tempat ini sebagai tujuan untuk berlibur.

pic : hipwee.com

Ada banyak moda transportasi yang bisa digunakan untuk ke kota ini. Selama setahun saya kuliah, melalui kenalan-kenalan di kampus, saya jadi beranggapan bahwa setiap moda transportasi yang menuju Jogja punya pelanggannya masing-masing. Salah satu contohnya ialah moda transportasi Bus. Berdasarkan hasil riset pengamatan saya, rata-rata mereka yang berasal dari Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo dan sebagian dari Kebumen, mereka jarang menggunakan jasa kereta api. Entah karena belum ada stasiun di daerah-daerah tersebut atau karena malas ke stasiun terdekat sehingga mereka memilih naik Bus. Mungkin ini bisa dijadikan tugas bagi pemerintah untuk membangunkan stasiun di daerah-daerah tersebut hehehe (bercanda nggiihh pak!)

***

Saya masih ingat waktu pertama kali saya ke kota ini. Dulu memang saya akui baru beberapa kali pergi ke Jogja. Itupun yang saya ingat pas waktu sekolah ngadain Study Tour ke Jogja, selain itu paling saat nyari kos-kosan doang. Saya memilih moda transportasi Bus. Awalnya penginnya sih naik kereta, tapi dihitung-hitung lagi, ternyata lebih murah naik bus daripada naik kereta. Jadi saya putuskan untuk memilih Bus sebagai pendamping hidupku. Eh pendamping perjalanan maksudnya…

Berbekal pengalaman ke Jogja yang baru beberapa kali itu, saya bulatkan tekad untuk tetap berangkat sendirian. Kalau bingung kan bisa tanya nanti. Toh katanya Jogja terkenal dengan keramah-tamahannya.

Belum hafal daerah Jogja, kenapa sendirian? Jomblo yaaa?

Saya lupa waktu itu kenapa sendirian, entah karena jomblo atau karena yang kuliah dari daerah saya sedikit, jadi susah nyari teman berangkat. Kayaknya sih memang dua-duanya.

Waktu itu bus sampai terminal giwangan sudah sore. Sekitar jam 4 bus sudah sampai di terminal. Dengan nada yang keras dengan makna sedikit mengusir, kondektur bus meraung-raung mengumumkan sudah sampai Jogja. Penumpang yang tertidur pun langsung terbangun.

Baca Juga  Wajahmu berjerawat? Coba Obati dengan Cara Alami Berikut

Turun dari bus, saya langsung terkagum-kagum. Ternyata benar apa yang dikatakan banyak orang bahwa Jogja itu ramah-ramah masyarakatnya. Baru saja menginjakan kaki di terminal Giwangan, dari depan sudah banyak orang berdiri dengan senyuman termanisnya. Para tukang ojek!

Seolah seperti berebut, mereka (para tukang ojek) bertanya, “Kemana dek? Mana alamatnya” dengan berjalan sambil mengekor dibelakangku.

Untung saya tidak diberi alamat palsu sama Ayu Tingting, jadi tidak kesana kemari mencari alamat. Cukup ngomong IKIP Karangmalang, mereka langsung tahu alamat itu.

Dari sekian banyak yang mengekor di belakangku tadi, ternyata hanya beberapa saja yang masih mengekor mengikutiku. Mungkin karena saya lama memberikan alamat tujuanku. Namun, itu tidak menyurutkan salah satu tukang ojek yang satu ini. Dengan semangat kemerdekan menggebu-gebu, juga dengan gaya seperti pahlawan yang mau menolong, si tukang ojek menawarkan jasanya “Mari-mari dek saya antar, IKIP Karangmalang toh, yang sekarang ganti nama jadi UNY itu?” rayunya.

“Iya Pak, kira-kira ongkosnya berapa ya?” saya mencoba menjawab sekaligus bertanya.

Dengan nada santai dan ramah tamah, si tukang ojek menjawab, “biasanya enam puluh ribu, tapi lima puluh lima juga gapapa ayoo”

Saya kaget, naik ojek kok bisa semahal itu. Saya naik bis dari Gombong (jadi ketahuan alamat saya deh) sampai Jogja cuman tiga puluh lima ribu, lha kok ini bisa mahal banget ya? Padahal masih di lingkup Jogja, kok bisa semahal itu.

“waahh, mahal banget pak! Gak boleh kurang itu?” tanyaku memelas.

“tidak bisa dek, itu udah standar disini. Kamu cari ojek yang lainpun harganya sama, sekitar segitu.” Sambil tetap merayu si tukang ojek menjelaskan.

Awalnya saya sempat mau naik ojek, namun melihat harga yang ditawarkan sedemikian mahal. Alhasil kucoba tanya alternatif lain selain naik ojek.

“Mahal banget segitu pak. Kira-kira selain naik ojek, naik apa ya kalau mau ke IKIP Karangmalang? Yang sedikit lebih murah pak” tanyaku masih dengan muka polos.

Baca Juga  Kupas Tuntas Perbedaan Jurusan dengan Prodi

Kali ini si Tukang ojek mulai cetus dan sedikit judes menjawabnya. Keramah-tamahannya sudah mulai pudar termakan zaman. Termakan zaman atau termakan usia, ah saya lupa waktu itu. Yang pasti si tukang ojek sudah mulai cetus dan judes.

“Kalau mau murah ya sana naik Trans-Jogja saja! Tapi muter-muter. Mas-nya tidak takut terlambat?” Ujarnya

“iya gapapa pak, kalau mau naik itu lewat mana ya?” sengaja saya tidak menjawab takut terlambat atau tidak. Soalnya bisa jadi panjang urusannya kalau aku jawab takut terlambat.

Masih dengan keramah-tamahannya yang mulai pudar termakan usia dan zaman, si Tukang ojek mengangkat tangannya, menunjukan ke arah tempat halte bus TransJogja. Dengan basa-basi dan masih dengan cetus+judesnya, si tukang ojek  ngomong “Lewat sana mas, lurus aja, nanti sudah keliatan haltenya. Busnya warna kuning kombinasi hijau!” sambungnya.

Tak menunggu lama, setelah dikasih tahu tempat bus TransJogja, saya langsung meluncur ke halte.

Sampai di Halte, saya langsung bertanya sama petugas Halte, “Mba, arah IKIP Karangmalang bayar berapa ya?” tanyaku.

“Tiga ribu lima ratus mas,” jawabnya dengan sedikit senyum.

Mendengar harga itu, saya kaget juga. Lha  kok beda banget sama tarif ojeknya ya? Atau karena di subsidi pemerintah atau kenapa? Ah yang pasti ini lebih murah dari ojek itu.

Sambil saya mengeluarkan uang pembayaran, petugas memberi arahan. “Nanti mas naik 3A, terus nanti transit di Kehutanana, baru naik 2A ya mass” ujarnya dengan senyum keramahan.

“iya makasih Bu”. Sahutku.

Waktu itu memang belum ada jalur 11, yang tidak perlu transit sudah langsung sampai di UNY. Setelah lama saya naik bus TransJogja itu, ternyata memang benar apa yang di ucapkan si tukang ojek, “Kalau mau murah ya sana naik Trans-Jogja saja! Tapi muter-muter.”

Tapi tak apalah, walaupun muter-muter, justru saya bisa menghafal jalur-jalur di Jogja ini.

***

Andan Prayoga

Sedang berusaha mewujudkan cita-cita "mencerdaskan kehidupan bangsa" dengan cara turut serta mendidik calon generasi bangsa melalui akademik. Mari berdiskusi melalui instagram: https://www.instagram.com/andan_prayoga/

Related Articles

Back to top button
X