Meningkatkan Kesehatan Kerja pada Bengkel Otomotif dengan CO-MON
Lima orang mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) membuat alat monitoring kadar gas CO (monoxide carbon) untuk bengkel otomotif. Mereka adalah Muhammad Dinata, Singgih Bekti W, Enggar Dwi Dermwan, Eva Kurnia Sari, dan Syahril Farkhan Abidi. Alat monitoring kadar gas CO (Monoxide carbon) diberi nama CO-MON atau kependekan dari CO-Monitoring. Karya ini merupakan hasil riset mahasiswa yang meraih pendanaan riset pada Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penerapan Teknologi tahun 2017.
Salah satu anggota tim yaitu Enggar yang merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan Teknik Otomotif menjelaskan bahwa alat seperti CO-MON dirasa perlu ada sebagai pelengkap K3 pada bengkel otomotif. Hal ini dikarenakan pada bengkel otomotif terdapat banyak aktifitas yang tidak lepas dari gas berbahaya seperti gas CO. Sedangkan disisi lain kesehatan pekerja bengkel haru tetap dijaga demi kesehatan jangka panjang.
“Kesehatan dalam bekerja, khususnya bekerja pada bengkel otomotif harus diperhatikan. Dimana setiap waktu bengkel otomotif tidak lepas dari gas CO yang merupakan gas berbahaya. Jadi harus ada alat tambahan yang dapat digunakan untuk memonitoring kadar CO.” Jelas Enggar.
CO-MON merupakan alat yang dapat mendeteksi kandungan gas CO pada ruangan, dan dapat melakukan pencegahan dini agar akumulasi gas CO tidak menumpuk, dan semakin berbahaya. Alat ini dapat secara otomatis bekerja menghidupkan fan emergency jika telah melampaui batas yang telah ditentukan. Singgih menjelaskan bahwa alat ini dapat bekerja otomatis dan dapat dipantau melalui smartphone Android. “CO-MON ini dapat menampilkan kadar CO, dan melakukan eksekusi secara otomatis sehingga mengaktifkan actuator agar gas CO tidak berakumulasi semakin banyak.” ujar Singgih.
Gas CO merupakan gas yang berbahaya untuk kesehatan. Eva yang merupakan anggota tim dari Pendidikan Fisika menjelaskan bahwa gas CO tidak dapat dirasa, tidak terlihat dan tidak didengar, tapi berbahaya. “Gas CO ini tidak baik untuk kesehatan. Sedangkan kita tidak bisa melihat, merasa, dan tidak bisa mendengar keberadaan gas CO yang berbahaya ini.” Eva menambahkan. (Singgih Bekti W)