CerpenPojok #UNYu

Cerpen ; PR Matematika Rara

Bu Pemi, guru pelajaran Matematika sekaligus wali kelasku memberikan PR yang tidak biasa. Ia tidak memberikan PR perkalian atau pembagian yang membuatku pusing dan ingin menangis karena tidak bisa mengerjakannya. Beliau kemudian menjelaskan tentang PR Matematika yang katanya mudah dan menyenangkan.

“Anak-anak, kita akhiri pelajaran Matematika siang hari ini. Jangan lupa dikerjakan ya PR-nya.”

“Baik, Bu.”

Sepulang sekolah, aku mampir ke warung-warung sepanjang jalan yang kulewati untuk pulang ke rumah. Mengambil loyang-loyang kosong, biasanya juga masih ada isinya sedikit dan beberapa lembar uang serta beberapa keping uang logam. Sejauh delapan ratus meter kutempuh dengan jalan kaki kalau pulang pergi berarti seribu enam ratus meter, aku tahu karena Bu Pemi pernah memberitahuku saat di kelas.

pic : https://www.educenter.id/matematika/

“Assalamualaikum, Mbok.”

Aku mengucap salam sambil mengetuk pintu triplek berwarna cokelat dengan beberapa coretan kapur warna-warni karyaku.

“Wa’alaikumussalam, Nduk. Bukak wae ndak dikunci, simbok di dapu.r”

Rupanya simbok sudah pulang dari keliling, meskipun di dapur, simbok mendengar dengan jelas suara ketukan pintu dan salamku yang hanya berjarak tujuh meter dari dapur.

Baca Juga  Seperti Kehidupan Upin Ipin di Dunia Nyata, Inilah Kilas Balik PLT Internasional UNY dan UPSI

“Ini, Mbok uangnya. Loyangnya Rara cuci habis ganti baju ya, Mbok.”

“Iya, Nduk. Ganti baju, makan baru nyuci loyang.”

“Nyuci loyang dulu aja, Mbok. Belum begitu lapar.”

“Wong udah mateng sayur asemnya sama tempe kesukaanmu.”

“Habis nyuci loyang nanti lapar, Mbok. Sayur asem sama tempenya jadi tambah enak.”

“Halah, terserahmu, Nduk. Wes, ndang ganti baju sana!”

Kegiatan yang kusukai setelah pulang sekolah selain makan adalah mencuci loyang-loyang yang penuh minyak. Bermodalkan sabun colek dan kain perca yang sudah basah, aku jongkok di depan bak berisikan loyang-loyang kotor dan mulai khidmat menggosok dan membilas. Setelah loyang-loyang itu bersih kemudian kuletakkan di rak bambu buatan bapak. Raknya sudah lumayan tua, aku harus merawatnya agar tidak rusak karena tak ada lagi yang membuatkan rak seperti dulu.

“Loyang-loyang sudah bersih dan wangi, Mbok.”

“Yaudah, sini makan!”

Simbok sudah menggelar tikar di lantai dapur seperti biasanya, saat waktunya sarapan, makan siang dan makan malam.

“Siap, Mbokku sayang.”

“Tadi gimana, Nduk Ra, sekolahmu?”

Aku langsung berlari ke ruang tamu sekaligus ruang tengah di sana tempatku menaruh tas dan buku-buku sekolah. Satu kamar tidur di ruma ini sudah penuh dengan baju-baju dan barang-barang lain.

Baca Juga  Daftar Nama CAMABA UNY 2021 Lolos Jalur SNMPTN

“Hitunglah jumlah kursi yang ada di rumah, deskripsikan bentuknya, dan hitung jumlah sisi datar yang ada di kursi itu, Mbok.”

“Rara seneng, Mbok. Hari ini pelajaran Matematikanya seru, PR-nya juga ndak hitung-hitungan.”

“Apa, Nduk PR-nya?”

Simbok malah tidak menyahutku dan malah mengambil secentong nasi. Kelihatannya simbok sedang memikirkan sesuatu. Aku ikut berpikir juga, apa yang sedang dipikirkan simbok. Aku yang awalnya duduk bersila di tikar bersama simbok akhirnya bangkit. Aku menuju pintu depan kemudian menyusuri rumah dari depan hingga belakang. Tak ada satu pun benda yang bisa kusebut kursi.

Satu minggu berlalu, saatnya pelajaran Matematika. Bu Pemi memerintahkan kami untuk mengumpulkan tugas minggu kemarin. Teman-temanku tampaknya bersemangat untuk mengerjakan soal yang katanya mudah itu. Mereka bisa menghabiskan dua sampai tiga halaman buku tulis untuk tugas ini, berbeda denganku. Aku hanya menuliskan lima kata untuk PR-ku kali ini.

Lusiana Indriani

Mahasiswi Sastra Indonesia 2016 | Menyenangi semua hal yang menyenangkan

Related Articles

Back to top button
X