Mematahkan Pemikiran “Pemimpin Galak” ala Sutrisna Wibawa
“Prosesi Wisuda ribuan “Harry Potter” dengan kearifan lokal. Hayo siapa yang ingin segera pake kostum “Harry Potter” selanjutnya? Cepat kelarin skripsi! (Mohon ignore penampilan Dumbledore yang sedang batuk dan terlihat lesu, lemah, lunglay dan bermata panda, maklum habis lembur tandatangan 2000 ijazah dan 1000 surat keterangan). *jangan komplain karena gak berjanggut, lupa belum pesan Wak Doyok. PERINGATAN KERAS: jangan sebut saya mirip Master Po 🐼” – Instagram @sutrisna.wibawa
Mempunyai jabatan tertinggi di suatu universitas tentu membuat kesan “pemimpin galak” mendominasi pola pikir yang dimiliki seluruh bawahannya. Hal ini sangatlah tidak berlaku bagi Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Sutrisna Wibawa. Rektor yang juga menjabat sebagai dosen Bahasa Jawa ini mematahkan pemikiran bahwa untuk bertemu seorang Rektor haruslah dengan proses yang berbelit-belit dan harus selalu pasang muka tegang. Tak hanya itu, ia juga menghapuskan pemikiran bahwa seorang Rektor selalu “saklek” dan tidak bisa diajak untuk bercanda.

Dilihat dari akun media social yang ia miliki, Sutrisna Wibawa mampu menghadirkan akun pribadi yang sangat ramah dan unik apabila dilihat dari tone-tone setiap postingannya. Nada setiap caption Instagram ataupun status Facebook yang ia unggah, selalu memunculkan komentar “wkwkwk” alias mengundang tawa. Tak hanya penulisan caption atau status, terkadang ia juga mengunggah foto-foto meme atau foto lainnya yang selalu berkaitan dengan studi atau mahasiswa berprestasi UNY. Dalam akun instagramnya, komentar yang banyak terlihat justru dari kalangan mahasiswa dan terkadang tak jarang pula ia membalas satu persatu komentar mahasiswa dalam postingannya tersebut.
LAHIR SEBAGAI ANAK DESA
59 tahun silam Sutrisna Wibawa dilahirkan di desa Karangmojo Gunung Kidul, Yogyakarta. Lahir sebagai anak desa tak membuatnya merasa minder dan takut untuk bermimpi tinggi. Dengan latar belakang ayah seorang guru dan ibu sebagai pedagang membuat ia belajar banyak hal tentang kehidupan.

“Jangan mengira saya ini orang kaya sejak lahir. Saya dulu banyak sekali prihatinnya,”ungkap Sutrisna.
Berjalan kaki sejauh 5 kilometer setiap hari untuk sampai di sekolah serta mententeng sepatu karena takut sepatu kesayangannya rusak dan baru mengenakannya setelah sampai di sekolah merupakan salah satu bentuk perjalanan hidup yang pernah ia lakoni semasa sekolah dasar. Tak hanya itu, ia juga mengisahkan sewaktu kecil ketika meminta buku atau hal lainnya terlebih dahulu harus membantu ibunya berdagang di pasar dan kemudian baru keinginannya dapat terwujud. Bagi Sutrisna, didikan orang tuanya pada saat itu sangat membekas bagi kehidupan sekarang.
Sutrisna menganggap bahwa apa yang menjadi masa lalunya merupakan cambukan semangat dalam menjalani kehidupan. Itulah definisi motivasi ala Sutrisna Wibawa, sesuatu yang dapat menjadikannya kuat dan untuk maju berawal dari kemauan diri sendiri walaupun dalam keadaan yang serba terbatas namun kreativitas-kreativitas yang dilahirkan ternyata justru tanpa batas.
“Jangan malu jadi anak desa, justru berbanggalah ketika sudah menuai kesuksesan karena kamu telah membuktikan bahwa anak desa bukan berarti ndeso,”ujarnya sembari tersenyum.
REKTOR ZAMAN NOW: MEDIA SOSIAL ITU PENTING
Instagram ditangan kanan, Facebook ditangan kiri.
Semua digenggaman, ala Rektor masa kini.
Pantun tersebut cocok untuk mencermikan sosok Sutrisna Wibawa, Rektor UNY kali ini. Pasalnya, hampir setiap hari media sosial miliknya selalu update baik kegiatan ataupun hal-hal menarik lainnya. Tak hanya itu bumbu-bumbu caption atau statusnya juga mengundang berbagai komentar yang menunjukan kepiawaiannya dalam mengolah kata.
Kedekatannya dengan kolega kerja maupun mahasiswa sudah tidak dapat diragukan lagi. Setiap keluhan-keluhan yang ia dapat baik dari mahasiswa atau rekan kerjanya selalu ia respon secepat mungkin. Baginya, walaupun jabatan tertinggi itu berada digenggamannya tak ingin sekalipun ia mengecewakan dalam masa kepepemimpinannya.
“Siapa saja yang datang ke ruangan saya, saya persilahkan. Asalkan saya berada di tempat pasti langsung dapat bertemu. Saya tidak ingin ada jenjang pembatas antara saya dengan yang lainnya. Kita semua sama. Hanya saja saya dipasrahi untuk memimpin UNY supaya lebih baik dan baik lagi. Monggo, datang saja. Atau kalau whatsapp ke nomor saya, pasti akan saya balas, jangan takut. Saya ndak menggigit,” tertawa renyah keluar dari Sutrisna sembari mengucapkan kalimat ini.
Instagram pribadi miliknya, @sutrisna.wibawa kini sudah mencapai 7 ribu ++ pengikut. Dan sudah tercatat 230 postingan ala Sutrisna yang menghiasi feeds Instagramnya. Usahanya ingin lebih dekat dengan baik mahasiswa ataupun rekan kerja di UNY membuahkan hasil baik. Salah satu growthhack yang ia lakukan berhasil, yakni membuat mindset mahasiswa tidak takut untuk bertemu Rektor. Segala banyolan-banyolan yang ia tuangkan tak hanya banyolan lucu saja, namun juga berisikan pesan-pesan untuk mahasiswanya untuk dapat berprestasi atau menuntaskan akademik supaya mendapat imbuhan gelar di belakang namanya.
IDOLA MAHASISWA
Menjadi Rektor yang bersahabat seperti Sutrisna Wibawa ini menjadi salah satu hal positif yang dirasakan kalangan mahasiswa. Rektor rasa teman, kata mereka. Bagaimana tidak, setiap kali Sutrisna berjalan darimanapun dan mahasiswa menyapa, Sutrisna akan menanggapinya dan senyuman selalu menghiasi setiap perjumpaan antara mahasiswa dengan rektor.

“Bagi saya Pak Sutrisna ini orangnya ramah sekali dan dekat dengan mahasiswa. Terbukti pada saat bertemu langsung di FBS karena kebetulan beliau dosen FBS orangnya murah senyum, dan rasanya saya seperti disenyumi Dilan alias Iqbal. Langsung meleleh,” ujar Wulan mahasiswa FBS UNY.
Tak hanya menjadi idola mahasiswa dalam lingkup UNY saja, namun keunikan Sutrisna WIbawa ini juga telah menyebar dimana-mana. Bahkan banyak diantara mereka yang terkagum-kagum ketika melihat Rektor yang bisa seramah dan selucu Sutrisna WIbawa.
“Bapak Rektor UNY orangnya sangat adaptive sekali. Terlihat friendly dan santai sekali. Jarang ada rektor yang pembawaannya seperti itu. Melihat caption di Instagram pribadinya semakin saya percaya bahwa Bapak satu ini memang unik,”ungkap Fatimah Arum salah satu mahasiswi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.