Semua Resep Benar, Lidah Kita yang Berpihak
Apakah kalian menyadari kalau kecap manis yang dijual di swalayan dan minimarket rasanya sangat ndak mashok sama sekali dibanding dengan rasa kecap lokal daerah yang biasanya berlogo hewan, buah, hingga benda-benda mati seperti cobek, itu? Kalau iya, puji syukur berarti bukan cuma saya yang merasakan keanehan rasa itu. Hal yang saya rasakan ini bermula pada saat saya pertama kali merantau ke luar kota untuk menempuh pendidikan tinggi. Otomatis, saya dipaksa untuk belajar mandiri dalam segala hal, terutama dalam mengurusi persoalan perut.
Di perantauan saya mulai belajar memasak makanan yang lebih kompleks dibanding sebelumnya. Yang mulanya saya hanya bisa nyambel dan nyeplok telur, sekarang saya mulai mahir dalam memasak macam-macam sayuran, menumis, dan memasak lauk-pauk berbahan daging, tentunya dengan tidak memakai bumbu instan. Melalui proses inilah, perlahan tapi pasti saya mulai paham kalau bahan-bahan dapur yang bermerk memiliki rasa yang berbeda antara merk satu dengan merk lain. Yha, penyedap rasa merk R dan M mempunyai rasa dan after taste yang berbeda. Saus tiram botolan yang dijual di swalayan dengan merk macam-macam juga tak ketinggalan. Rasa antar merk satu dan yang lain sangat berbeda, bisa dari rasa dan bau MSG-nya yang kuat, hingga perubahan rasa saat terkena air mendidih.
Sebelum kembali ke ihwal kecap manis yang telah saya ungkapkan di awal, sepertinya saya akan menyinggung sedikit beberapa fakta tentang kecap manis. Seperti yang kalian tahu, ada dua jenis kecap yang sering kita temui dalam dapur rumah keluarga Indonesia, yakni kecap asin dan manis. Kecap asin bukanlah barang asli dari Indonesia, melainkan asli Tiongkok yang dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dengan nama awal ke’tsiap. Karena pelafalan yang sulit, maka berubah menjadi kecap.
Untuk kecap manis sendiri merupakan perpaduan dari kecap asin dan selera lidah orang jawa. Awal mula kecap asin masuk ke Indonesia, sebenarnya kurang disukai oleh masyarakat. Dengan kecerdikan metode dagang orang-orang Tiongkok (seperti yang kita ketahui, hahaha), mereka mencampurkan gula kelapa ke dalamnya, sehingga jadilah kecap dengan citarasa manis dan gurih yang dapat diterima oleh lidah masyarakat Indonesia.
Kembali ke pendapat tentang kecap manis. Saya kira, kecap manis yang diiklankan di tivi-tivi dan saya tonton saat masih kecil rasanya sangat enak. Maklum, gambar yang ditampilkan sangat meyakinkan dengan dibarengi jargon-nya, seperti “karena rasa tak pernah bohong”, “kecap S kebanggaan Indonesia”, dan lain sebagainya. Tetapi, setelah saya merasakannya (tentunya tidak hanya satu merk), saya rasa, kecap cap ikan lele dan cap keong-lah pemenangnya (dua merk kecap dari daerah saya). Saya mengerti betul kalau beberapa merk kecap yang diiklankan di tivi-tivi juga berawal dari olahan industri rumahan yang kemudian berkembang pesat dan diakuisisi oleh perusahan besar. Akan tetapi, rasa yang telah terekam jelas sejak kecil dan menemani saya tumbuh besar tidak bisa dipungkiri eksistensinya. Rasa manis dan gurih bersamaan dengan teksturnya yang kental membuatnya terus melekat dan tidak bisa hilang dari rekaman indra perasa saya.
Saya pribadi sebenarnya masih bisa mengonsumsi makanan dengan olahan kecap non daerah asal, akan tetapi yang menjadi kunci di sini adalah cita rasa dan selera. Beda lagi dengan teman saya, saat makan di luar dan Ia melihat ada botol kecap di atas meja, maka, teman saya menatap sinis dan berkata “aku gak sreg kecap-kecap ning kene (Sleman), rasane ra sek enak” (aku nggak cocok sama kecap-kecap di sini, rasanya tidak terlalu enak). Sungguh sangat istiqamah Ia dengan pernyataannya itu.
Faktanya, tidak ada yang salah dalam proses pembuatan kecap bermerk yang dijual di swalayan, begitu pula dengan resepnya. Seperti sejarah tentang kecap asin yang kurang laku di Indonesia saat pertama kali datang. Semua sah-sah saja, tergantung dengan preferensi dan pengalaman yang ada pada masing-masing lidah seseorang. Begitupun dengan resep masakan, kalau di daerah saya sayur sop tanpa menggunakan kemiri, di daerah lain mungkin resepnya harus menggunakan kemiri. Maka, sesungguhnya orang yang memilih kecap bermerk yang dijual di swalayan bukan berarti memiliki selera yang rendah, begitupun sebaliknya.





