Hallo gaes, kalau kita berbicara tentang tahun baru pasti enggak ada habisnya deh. Tahun baru 2016 ini, kami camping di Pantai Ngeden dan dilanjutkan berkunjung ke Pantai Butuh. Kedua pantai ini berada di Desa Krambilsawit Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunung Kidul. Memang sudah biasa jika menghabiskan waktu tahun baru di pantai, tapi pantai selalu menghadirkan keindahan tersendiri yang membuat kami selalu ingin kembali ke sana.
kami berdelapan ikut dalam camping di antaranya adalah Mas Awan, Mang Okti, Mas Anggun, Mbak Hanum, Aulia, Ema, Sakti, dan Feri. Semua bersatu dalam keseruan malam tahun baru. Dari tidak kebagian tempat untuk mendirikan tenda, hujan berkali-kali, melihat kapal meluncurkan kembang apinya, sampai kegembiraan menghadapi musim ulat.
Gaess tahu gak si kalian? Ternyata pantai Ngeden juga banyak di minati pengunjung apalagi saat tahun baru 2016 bejubel banyaknya, buktinya kami enggak kebagian tempat. Tenang saja, kami enggak kehabisan ide, gazebo yang berdiri gagah di atas tebing kayanya nganggur nih. Dengan mata berbinar kami langsung meletakkan barang bawaan kami di sana.
Cuaca waktu itu memang kurang mendukung dengan datangnya hujan berkali-kali. Tenda yang tadinya di gunakan untuk berteduh, kami alih fungsikan menjadi pelindung dari hantaman angin dan hujan. Tenda di sampir-sampirkan di setiap sisi gazebo. Kalau UNYu waktu kecil pernah bermain gubug-gubugkan, nah seperti itu gambarannya gazebo kami saat itu. Hujan yang tidak hanya datang sekali membuat kami semua bekerja keras. Karena dikira hujannya sudah reda, tenda yang digunakan untuk penghalang angin dan hujan di copot, digunakan sebagai alas tidur bagi kaum adam. Soalnya kaum hawa kebagian tempat yang paling eksklusif, yaitu di gazebonya, para adam berklekaran beralaskan tenda. Nah.. di situ yang membuat kami tertawa geli. Saat kaum adam mulai terlelap, hujan menyapa mereka. Kami langsung menata ulang gazebo lagi. Satu tempat gazebo yang lumayan kecil muat untuk delapan orang. Keseruan bersama mereka di manapun tempatnya, bagaimanapun keadaannya tetap membahagiakan, walau tidur sambil duduk sekalipun.
Kembang api pukul 00.01 jedor..jedor.. (kira-kira begitulah bunyinya ahaa.haha.). Tanggal 1 Januari 2016 kami semua dengan syahdu mentap langit yang pekat mulai berhiaskan warna-warna cerah. Masing-masing dari kami, walau tidak terucap kata mengharapkan pengharapan yang lebih baik di tahun ini. Senyum tergambar saat melihat hamparan laut dan langit yang pekat menjadi berwarna. Ada sebuah kapal besar yang nampak dari tempat kami melihat. Hanya sekali, memang hanya sekali kapal itu menembakkan semacan sinyal ke langit tepat pukul 00.01. Mungkin itu cara mereka yang di kapal merayakan tahun barunya. Kami di pantai melihat takjub pemandangan yang itu.
Keesokan paginya, kami mendapatkan peringatan tanda bahaya yang akan kami hadapi, apalagi kalau bukan ulat jati. Tidak berbulu memang, tidak gatal juga. Tapi bila kita melihat ulat jati dalam jumlah banyak di setiap pohonnya dan berglantungan seperti spideman apa yang akan terjadi? Pesta ulat pun di mulai.
Setelah semalaman menikmati keindahan Pantai Ngeden. Kami beralih ke pantai tetangga, yaitu Pantai Butuh. Di sana masih minim pengunjung, jadi kalian bisa menikmati keindahan pantai yang benar-benar asli. Dalam perjalanan menuju Pantai Butuh, kami tidak menyangka peringatan itu menjadi semembahayakan ini. Kalau di lagunya naik-naik ke puncak gunung banyak pohon cemara. Lain ceritanya di sini, kiri kanan ku lihat saja banyak ulat berpesta (nyanyi). Ulat saja berpesta apalagi kami yang melewatinya, teriakan yang bersahut-sahutan mungkin mengalahkan kehebohan kembang api semalam.
Sesampainya di Pantai Butuh, mata kami dimanjakan dengan tebing hijau di kanan dan kirinya, disuguhkan karang-karang basah dan ikan-ikan kecil yang terjebak di antaranya. Ada tingkah lucu dari salah satu anggota kami yang ikut. Keponakannya Mang Okti (feri), masih kecil jadi tidak sabaran melihat air. Langsung buka baju. Byur… Mandilah ia di Pantai Butuh. Kami hanya saling bersitatap melihat kelakuannya. Yang lain juga tidak mau kalah. Keluarkan perlengkapan narsis. Beberapa jam pun berlalu. Memoripun penuh. Waktunya untuk pulang, mengahadapi dunia baru, awal tahun yang baru, dan pahit manisnya kenyataan hidup yang lalu.
Di perjalanan pulang pesta ulatpun di mulai lagi. Baru keluar dari tempat parkir. Ulat-ulat dari yang berukuran mungil sampai induknya melambaikan senyum pada kami. Karena saking banyaknya ulat daun-daun pohon jati habis. Motor berjalan lambat menghindari ranjau di setiap jalan yang dilewati. Saking pelannya motor sampai ada anggota yang terpencar. Ada aba-aba yang saya ingat dari partner boncengan saya saat menghindari ranjau.
“Awas kiri, kanan, atas, nunduk maksimal.” Begitulan ia berkata sambil terkekeh melihat jeritan masal dari pengguna jalan.
Begitulah cerita tahun baru versi kami, dari ulat yang menggelikan akan menjadi kupu-kupu yang menggemaskan.