CerpenSastra

Cerpen ; Hikayat Seorang Guru PAUD

Pagi hari ketika sang surya mulai menganggil tubuh untuk terbangun dari mimpi semalam. Cahaya kuning langsat menyinari tirai jendela kamar dan mengenai rumput yang terkena embun. Setelah beberapa saat terdiam di atas tempat tidur, akhirnya raga ini mulai beranjak dari kasur. Langsung saja tanpa berpikir panjang, aku langsung ke meja tengah untuk membuat secangkir kopi hitam lekat dan ditemani asap yang mengepul dari dapur. Hawa pagi ini sangat dingin dan perlahan menusuk, membuat raga enggan untuk bersentuhan dengan air. Akan tetapi, ada satu perasaan di sudut hati yang memang aku tak asing lagi. Rasa itu bernama rindu yang merajai dalam sukma. Kemudian aku langsung saja bergegas untuk bersiap-siap untuk berangkat. Pagi ini aku pun disuguhkan dengan pemandangan dari perpaduan daun yang masih ranum dan menguning saling berlomba untuk melambai-lambai. Begitulah semesta menyambut dengan hangat dan memintaku untuk bergegas.

Setelah semuanya siap jalan yang aku lewati masih sama, saat sudah keluar dari gang kecil artinya aku sudah sampai perbatasan dengan desa sebelah. Sampai melewati berbagai persimpangan jalan dan beberapa lampu merah. Sayangnya jalan terasa sesak dipenuhi kendaraan bermotor atau beberapa bis yang sengaja ngetem mencari penumpang untuk sesuap rezeki. Kepulan asap hitam terasa sangat menyesakkan. Kali ini aku putuskan untuk memecah kebosanan dan usaha agar rasa gusar semakin menepi.

“Eh kamu dimana?” pesan dari Tiara yang muncul di layar ponsel.

“Ini masih di jalan, bentar lagi sampai” balasku singkat.

Setelah membalas beberapa pesan singkat tadi, segera aku masukan ponselku kembali ke dalam tas sebelum lampu hijau menyala dan pengendara yang berduyun-duyun ingin sampai tempat tujuan saling adu klakson. Banyaknya suara klakson yang terdemgar silih berganti dari para pengendera motor  cukup memekikkan telinga. Setelah melewati beberapa jarak, gedung orange itu akhirnya mulai terlihat di kedua bola mataku. Gerbang TK Kasih Ibu sudah dengan keadaan terbuka. Aku juga juga disambut dengan senyuman termanis dari guru-guru. Segera aku mulai memarkirkan motorku ke tempat yang masih kosong.

Tidak lama setelahnya, satu per satu anak di TK Kasih Bunda ini pun mulai berdatangan. Ada yang diantar dengan mobil dan ada juga yang menggunakan motor. Wajah polos dan rona menyenangkan yang terpancar dari raut muka masing-masing anak membuatku sangat bersyukur. Seperti diguyur oleh seribu rasa kenyamanan yang merajai di dalam hati. Tidak dapat diungkapkan dengan berjuta kata yang coba untuk dirangkai, tetapi bisa dirasakan ketulusan itu terjadi.  Masing-masing anak kala itu memakai kaos olahraga biru, tanda bahwa hari ini akan ada kegiatan olahraga.

Satu persatu anak-anak mulai bersalaman dengan guru tak terkecuali aku dan temanku yang lain. Ketika jemari dan tangan halusnya sangat menentramkan hat bersentuhan dengan tangannya. Aku menyambut kedatangan mereka dengan hangat, sehangat kopiku tadi pagi. Sesekali aku menngajak mereka bersua atau hanya sebatas menyapanya.

Baca Juga  Jaga Kita Sampai Nanti, Sampai Mati

“Haloo, selamat pagi” sapaku pada setiap anak.

Setelah penyambutan bel sekolah pun berdering. Anak-anak yang masih bermain dengan asyik mulai masuk ke kelas masing-masing. Doa pun mulai bergemma di setiap sudut kelas ketika kegiatan pagi itu dimulai. Lalu Bu Ika membuka kegiatan di kelas waktu itu. Pancaran semangat tergambar dengan jelas dari setiap raut muka polos anak-anak.

Ada yang spesial dari pembelajaran hari ini bersama para malaikat kecil yang terlihat jelas oleh kedua bola mataku. Jangan banyangkan jika pembelajaran mereka sulit, seperti anak-anak yang kesusahan mengerjakan matematika dengan segala rumus. Pembelajaran sederhana namun tersirat banyak makna. Sesederhana pembelajaran waktu itu, dengan hanya sebuah piring kecil berisikan spidol, satu lingkaran besar, dan dua lingkaran kecil cukup membuat anak-anak memunculkan segala imajinasi. Kira-kira apa yang bisa dibuat dengan beberapa bentuk tersebut, begitulah rasa penasaran muncul dari setiap sorot mata anak-anak.

Akan tetapi belum selesai Ibu Ika memberi kejutan yang luar biasa dengan kegiatan yang tersedia di piring plastik kecil itu, ada obrolan sederhana namun manis apabila diingat.

“Ibu Ika hari ini cantik” begitu pujian yang terlontarkan secara tiba-tiba dari salah satu malaikat kelompok B TK Kasih Bunda bernama Lutfi.

Sontak saja kelas menjadi riuh dengan gelak tawa yang khas dari setiap anak. Hal itu membuat pipi  Ibu Ika tersipu malu dan pipinya mulai memerah.

“Loh kok bisa Lutfi?” Tanya Bu Ika dengan nada yang lembut.

“Iya Bu, soalnya Ibu hari ini memakai make up” balasnya polos dengan tertawa lepas sehingga gigi ompongnya sedikit terlihat.

Melihat kejadian tersebut, anak-anak itu lucu bukan? Kadang tidak bisa ditebak sama sekali. Menghadirkan sejuta tawa dan cerita unik di dalamnya. Bahkan pertanyaan atau pernyataan yang tak pernah terlintas dipikirkan oleh orang dewasa sekalipun. Mengambarkan bahwa seorang anak itu luar biasa seperti mereka memiliki banyak kotak imajinasi untuk menggambarkan sesuatu. Seperti cerita pagi itu, definisi cantik menurut salah satu anak.

“Ibu hari ini membawa piring plastik dan akan dibagikan untuk setiap anak” kata Bu Ika memberikan perintah sederhana ke anak-anak.

“Wah asik” sahut mereka secara kompak.

“Apa yang bisa kita buat dari lingkaran besar dan kecil ini nak? Serta spidol ini. Hayo siapa yang tau?” tanya Bu Ika dengan nada naik dan turun yang melebur menjadi sesuatu yang sangat indah untuk didengar.

Masing-masing dari mereka hanya mengangguk saja. Berjuta pertanyaan mulai terbesit pada anak-anak. Karena tak ingin berlama-lama, akhirnya Ibu Ika menjelaskan bahwa yang dipelajari hari ini adalah membuat bentuk ikan menggunakan bentuk lingkaran. Sesederhana ini memang, karena tak bisa dipungkiri dunia mereka adalah bermain. Bermain bukan tanpa makna, tetapi bermain sambil belajar tentang sejuta keajaiban yang ada didunia. Banyak sekali pengetahuan yang harus mereka gali, karena dunia ini bagi anak-anak adalah misteri yang perlu dipecahkan.

Baca Juga  Puisi : Manusia Galaksi

Setelah anak-anak mengetahuinya, mereka mulai mendengar setiap arahan demi arahan yang diberikan, seperti tidak ingin ketinggalan sedikit info tentang apapun. Menyelesaikan tahap demi tahap sampai berhasil hingga bel istirahat pun berbunyi. Anak-anak segera berhamburan keluar kelas. Ada yang bermain anyunan maupun yang lainnya. Gelak tawa, obrolan, dan rona-rona bahagia pun terpancar. Menggambarkan diri anak-anak yang aktif dan enerjik tentunya. Ada yang asik bermain ayunan ada pula yang berlarian. Ada pula yang asik bersua dengan teman lain dengan khas pembicaraan anak kecil. Mengomentari dunia sekitar dengan bahasa mereka. Kemudian mengeksplor apapun yang ada.

Dari sekian banyak anak-anak yang asik bercengkrama ataupun bermain, ada satu anak yang cukup menyita perhatianku. Satu anak dengan tatapan polos dan penuh kedamaian yang sesekali melemparkan senyum tulus padaku. Tak ku sangka ketika kedua pasang mataku tertuju padanya dengan senyuman mengembang, ia lalu berlari. Kedua tangannya mulai mendekapku hangat. Sebuah pelukan yang dilakukan secara spontan. Pelukan hangat dari tubuh mungil dengan kepala yang sudah menyatu dengan pundakku. Terasa hangat menyuntuh relung jiwa pada siapapun yang melihatnya. Tak terkecuali oleh rekan-rekannku matanya terbelalak seakan menunjukkan respon kaget ketika ada satu anak yang tiba-tiba menghampiriku dan memeluk.

Kemudian bibirnya mulai menyiratkan suatu kata, seakan-akan mengajakku untuk bersua. Ada beberapa kata yang terlontar dari bibirnya namun tak terdengar jelas di telinga. Saat itu pula aku tau bahwa dia adalah anak yang spesial. Kedua tangannya memegang erat dan mengajakku ke dekat ayunan. Akan tetapi, Ia justru meminta dengan penuh hangat agar aku mau mengendongnya. Setelah aku berhasil mengendongnya. Kemudian Ia tersenyum dengan renyah. Seakan-akan melihat pemandangan indah yang disuguhkan oleh semesta. Aku liat dari sorot matanya seperti Ia terkagum-kagum dengan hamparan sawah luas yang indah. Sesekali ia bertepuk tangan, setelah itu aku mengajaknya bermain. Disaat itu pula Ia kembali memelukku dengan hangat dan erat.

Tak perlu menunggu lama setelah aku mendapatkan pelukan untuk ke sekian kalinya, ada seorang ibu yang berjalan ke arah kami. Ternyata itu adalah ibu dari malaikat kecil yang memberikan pelukan hangat dan tak terlupakan bermaksud untuk mengajak pulang. Aku lihat ada sedikit penolakan dari Dina nama malaikat kecil itu tak lama ketika aku bertanya dengan teman lainnya. Saat Dina digendong oleh Ibunya, Ia kembali menatapku. Aku pun membalas dengan senyuman yang mengembang.

“Terima kasih Dina, pelukan hangat darimu akan selalu teringat” kataku dalam hati.

Setelah selesai, aku dan teman-temanku pun bergegas untuk pamit. Waktu ke sekolah itu pun sudah berakhir, tetapi kenangan bersama malaikat-malaikat kecil akan selalu teringat. Tak hanya tentang Dina tapi tentang semua anak yang sudah mengajarkan apa itu kebahagian, senyuman, dan ketulusan.

Zidni Khasanah

Alumni Prodi PG PAUD dan owner Omah Kelinci Jogja . Kebetulan juga suka nulis dan suka jadi teman main anak-anak :)

Related Articles

Back to top button
X