Fajar adalah doa
Senja itu penghabisan
Keduanya berbeda
Tetapi keduanya saling berbagi Jingga
Jika kita mengenal Yin dan Yang sebagai konsep saling berpasangan dalam filosofi Tionghoa, maka kita bisa mengkategorikan Fajar dengan Senja
Apa itu fajar dan siapa itu senja ? Lalu bagaimana bisa keduanya selalu berhasil menghipnotis jutaan pasang mata anak manusia ? Mari kita simak sama-sama
Fajar …
Fajar adalah keadaan dalam suatu hari dimana cahaya kemerah-merahan nampak di langit sebelah timur menjelang matahari terbit.Biasanya ditandai dengan cahaya terang yang memancar secara horizontal pada garis langit .
Fajar biasanya identik dengan doa dan harapan .Akan lebih afdol jika kita memanjatkan pula syukur didalamnya.
Bagiku pribadi, Fajar adalah saat yang begitu kunanti-nanti.Ia selalu menyuguhkan pesona yang elok nan menawan jika cuaca sedang tak dirundung hujan.Melaluinya aku belajar ‘mengheningkan cipta ‘ sekaligus merapalkan doa-doa .
Fajar merangkak berganti menuju senja …
Siapa itu senja ?…..
Aku kira senja juga tak kalah eksotis dan ‘hitz’ seperti Fajar.
Senja adalah bagian waktu dalam hari dimana setengah gelap mencapai titik bumi . Senja biasa hadir sesudah matahari terbenam dan ketika piringan matahari secara keseluruhan telah hilang dari cakrawala.
Dari keduanya aku ditampar sekaligus belajar .
Bahwa bumi terus berputar mengikuti kaidah-Nya hingga di akhir massa .Bahwa manusia boleh berusaha tapi yang berkenan adalah tangan Yang Kuasa
Fajar mengantarkanku pada cahaya-Nya .Dan senja menyadarkanku ,bahwa terang tak selamanya ada
Fajar menepuk bahuku bahwa esok hari akan kembali setelah kemarin menenggelamkan diri . Seperti selalu bersedia memaafkan meski berulang kali terlukai . Dan senja ,menuntunku menemukan arti bahwa kehilangan juga bisa terjadi tanpa kata permisi
Wanneer de zon ondergaat,
(Ketika mentari akan terbenam)
de bijen de bloemen verlaten,
(dan lebah meninggalkan bunga)
………………………………….
Je staat op het strand
(Kau berdiri di pantai)
tussen water en droog zand
(di antara air dan daratan)
als een verwarde zwerver
(bagai musafir yang bingung)
in een wijde woestijn.
(di belantara tampak terbentang.)
Op wie wacht je?
(Siapakah yang kaunanti,)
-Yohanes Manhitu –